Bulukumba (23/09) – Sungai Balantieng yang menjadi sumber penyedia air bersih di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan mengaliri 4 wilayah, meliputi Kecamatan Ujung Loe, Rilau Ale, Bulukumpa, dan Kindang. Kondisi daerah aliran Sungai Balantieng bagian Tengah berlokasi di Kecamatan Rilau Ale, kini kian mengalami penurunan kualitas akibat berbagai aktivitas manusia.
Amri Yunus, guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam MTs Tonrong di Kecamatan Rilau Ale mengatakan, siswa-siswa nya diajak untuk melakukan analisis kesehatan Sungai Balantieng melalui biotilik, pemantauan parameter kualitas air, dan penelitian mikroplastik, Senin (23/09/2024).
“Kegiatan ini bertujuan mengajak siswa belajar tentang pentingnya menjaga ekosistem dan lingkungan khususnya sungai, maka di harapkan siswa mampu memberikan informasi kepada masyarakat sekitarnya tentang akibat dari penggunaan bahan kimia dalam bertani dan aktivitas mencuci di sungai yang dapat merusak ekosistem, kualitas air sungai dan dampak aktivitas penambangan di sungai,” kata Amri Yunus.
Kegiatan analisis kesehatan sungai ini melibatkan delapan belas orang siswa kelas 8 MTS Tonrong, dengan melakukan pengamatan di sungai. Hal ini dilakukan agar siswa bisa mengetahui secara langsung bagaimana kondisi Sungai Balantieng, apakah berbagai serangga air masih hidup di dalamnya, dan apakah sudah terkontaminasi mikroplastik.
“Sebagian besar siswa baru pertama kali melakukan kegiatan analisis kesehatan sungai seperti ini, namun hampir seluruhnya bersemangat dan antusias mengikuti pengamatan,” ujar Amri.
Hasil kegiatan pengamatan di Sungai Balantieng menunjukkan tingkat kesehatan sungai yang kurang baik. “Masih ditemukan 11 jenis serangga air, tapi skor pengamatan biotilik mendapat nilai 2,5 artinya tersemar sedang,” ungkap Asriani, salah satu siswa kelas delapan MTS Tonrong.
“Kalau dari pengamatan mikroplastik, tadi kami menemukan jenis fiber dan fragment, kalau mikroplastik jenis fragmen berasal dari serpihan sampah plastik yang terpecah, dan mikroplastik jenis fiber dari rontokan baju yang dicuci,” jelas gadis berusia 14 tahun itu.
Lebih lanjut, Asriani juga menyebutkan hasil uji parameter kualitas air menunjukkan tingkat fosfat dengan nilai 0,3 mg/L yang sudah melebihi baku matu 0.2 mg/L sesuai Peraturan Pemerintah No 22 Tahun 2021 tentang pengelolaan lingkungan hidup. Tingkat fosfat yang tinggi menandakan adanya kandungan detergen yang berasal dari kegiatan mencuci pakaian.
Rustan S.Pd.I., M. Pd.I kepala sekolah MTS Tonrong berharap dari kegiatan ini, siswa-siswanya mendapatkan wawasan mendalam tentang pentingnya menjaga sungai, bahaya mikroplastik, dan pentingnya mengurangi penggunaan plastik.
“Diharapkan juga kedepannya semakin banyak masyarakat yang sadar dampak buruk plastik dan berkomitmen untuk mengelola sampah dengan bijak, dan mengurangi plastik dalam kehidupan sehari-hari,” tutur Rustan.