Masifnya Perubahan Lahan Gambut Menjadi Kebun Akasia Percepat Kepunahan Biota Sungai Rawa Kabupaten Siak.

Sabtu (9/7) Tim ESN berkolaborasi dengan komunitas Pondok Belantara dan Telapak Riau melakukan ekspedisi sungai rawa dengan tujuan mendeteksi kesehatan sungai dan keanekaragaman ikan di Sungai Rawa. Nelayan udang air tawar gambut Sungai Rawa, setiap tahun mengalami penyusutan hasil tangkapan udang. Masifnya Perubahan Lahan Gambut Menjadi Kebun Akasia percepat kepunahan biota Sungai Rawa Kabupaten Siak.

“Kami melakukan uji kualitas air disalah satu kanal dari perkebunan akasia di Sungai Rawa dan menemukan tingginya kadar phospat yang mencapai 3,7 mg/L padahal standar untuk sungai kelas tiga kadar phospat tidak boleh lebih dari 1 mg/L, kadar phospat yang tinggi menjadi salah satu faktor penyebab turunnya produktifitas dan reproduksi ikan” ungkap Prigi Arisandi, lebih lanjut peneliti tim ekspedisi sungai nusantara (ESN) menyebutkan bahwa pembukaan lahan gambut secara intesif juga meningkatkan kandungan kadar logam berat dalam air.

Uji kualitas air disalah satu kanal yang berasal dari lahan tanaman Akasia di Sungai Rawa

“Kami menggunakan perahu boat dari Desa Mekar Jaya menuju Danau Zamrud melakukan uji kualitas air dan inventarisasi keanekaragaman jenis ikan di sungai Rawa’ ungkap Eko Handiko Purnomo, lebih lanjut direktur Pondok Belantara menjelaskan bahwa saat ini ikan-ikan khas sungai Rawa sudah semakin sulit ditemukan. “Ikan-ikan yang semakin sulit ditemukan antara lain ikan tapah, ikan belida, ikan Lais, ikan Baung dan udang air tawar, padahal dahulu sebelum adanya kanal-kanal besar dari perkebunan akasia masih banyak dijumpai ikan dan bahkan banyak nelayan yang setiap hari menangkap ikan dan menjadi profesi masyarakat di desa Mekar Jaya,” ungkap Eko Handiko Purnomo, lebih lanjut Eko juga menjelaskan dampak buruknya kualitas air di sungai Rawa nelayan harus mencari ikan jauh ke hulu di danau Zamrud.

Dari informasi nelayan menyebutkan bahwa pada tahun 1990an hingga tahun 2000 masih dijumpai ikan dengan berat lebih dari 70 kg. Udang yang menjadi tangkapan utama harian saat ini sudah menyusut. ” Saat kualitas air masih bagus satu nelayan bisa menangkap 20 kg udang setiap hari, namun saat ini dibutuhkan energi dan waktu ekstra untuk mendapatkan 5 kg udang dalam sehari” Ujar Setiono, Nelayan Desa Mekarjaya.

Pencemaran Percepat Kepunahan Ikan

Dalam penggarapan lahan gambut menjadi kebun akasia dibutuhkan proses peningkatan kadar pH yang menggunakan bahan kimia berbahan dasar Cu atau logam berat tembaga. “Kadar Cu di Sungai Rawa rata-rata 0,05 mg/L padahal standarnya tidak boleh lebih dari 0.02 mg/L, tingginya kadar Cu berasal dari bahan kimia dari proses pengolahan lahan gambut menjadi lahan akasia” ungkap prigi arisandi lebih lanjut alumni Biologi universitas airlangga Surabaya ini menyebutkan bahwa pencemaran logam berat dan phospat di air sungai secara langsung dapat mengganggu sistem pernafasan ikan secara jangka panjang akan mengganggu proses pembentukan telur ikan.

Nelayan udang air tawar gambut Sungai Rawa mengalami penyusutan hasil tangkapan udang

“selain pencemaran phospat dan logam berat kanal-kanal dari lahan akasia menurunkan kadar oksigen dalam air, utk pertumbuhan optimum ikan butuh minimal 2,7mg/L padahal saat ini kadar oksigen di sungai rawa rata-rata kurang dari 2 mg/L” ungkap Prigi,

Related Posts

Leave a Reply

About Us

Ecoton (Ecological Observation and Wetlands Conservation) is a foundation focused on the conservation of river ecosystems and wetlands in Indonesia. We conduct scientific research, environmental education, and awareness campaigns to improve water quality and protect biodiversity.

Recent Articles

Temui Wamen Lingkungan Hidup, Nina Minta Monitoring Pabrik Daur Ulang Kertas Impor
November 26, 2024
Menyelamatkan Bayi Indonesia dari Ancaman Racun Mikroplastik
November 26, 2024
Hari Anak Sedunia, ECOTON Bersama Forum Anak Gresik Datangi Ketua DPRD Kabupaten Gresik
November 21, 2024