Kali Surabaya Sekarat: AKAMSI Serahkan Bukti, Tuntut Aksi Nyata dari Gubernur

Surabaya (21/05) – Aliansi Komunitas Penyelamat Bantaran Sungai (AKAMSI) menggelar aksi damai di depan Kantor Gubernur Jawa Timur untuk menyuarakan kondisi darurat ekologis Kali Surabaya. Aksi ini diikuti oleh tiga organisasi pegiat lingkungan, yakni ECOTON, AksiBiroe, dan Surabaya River Revolution. Tidak hanya orasi dan teatrikal, AKAMSI juga menyerahkan laporan ilmiah dan hasil temuan lapangan yang menunjukkan bahwa Kali Surabaya mengalami degradasi ekologis parah.

Aktivis saat lakukan orasi di depan kantor gubernur serukan pemulihan sungai (Foto: Ecoton, 2025)

Bangunan Ilegal Serobot Sempadan Sungai

Berdasarkan pemetaan spasial dari citra satelit selama 10 tahun terakhir (2015–2025), AKAMSI mencatat 4641 unit bangunan ilegal berdiri tepat di sempadan Kali Surabaya—wilayah yang seharusnya steril menurut PP No. 38 Tahun 2011 tentang Sungai.

Peta Perubahan Tata Guna Lahan Bantaran Sungai Bagian Tengah Kali Surabaya Tahun 2015-2025 (Sumber: Ecoton, 2025)

Bangunan-bangunan liar ini tersebar di Kabupaten Mojokerto, Sidoarjo, Gresik, dan Kota Surabaya, dengan pertumbuhan paling masif di segmen tengah sungai (wilayah Gresik dan Sidoarjo). Kondisi ini menandakan lemahnya pengawasan tata ruang dan pengabaian terhadap fungsi ekologis sungai.

“Bangunan liar ini bukan hanya soal melanggar aturan. Ini adalah wujud gamblang dari ketidakpedulian sistem terhadap sungai,” tegas Rio Ardiansa dari AKAMSI.

Mikroplastik dalam Tubuh Ikan dan Plankton

Hasil uji laboratorium menunjukkan mikroplastik jenis fiber mendominasi di seluruh titik pengambilan sampel, terutama di wilayah hilir seperti Karangpilang dan Kramat Temenggung. Mikroplastik bahkan sudah terdeteksi pada plankton (Tabellaria flocculosa dan Suriella linearis), udang, dan kepiting air tawar.

Gambaran sungai yang penuh dengan plastik hingga membuat ikan terkontaminasi mikroplastik (Foto: Ecoton, 2025)

“Jika mikroplastik sudah masuk ke rantai makanan, maka kita semua sedang menelan racun perlahan,” ujar Mas Ilham, peneliti mikroplastik dari ECOTON.

Kualitas Air Menurun Tajam dari Hulu ke Hilir

Pengukuran kualitas air menunjukkan penurunan Dissolved Oxygen (DO) dari 4,69 mg/L di hulu menjadi hanya 1,95 mg/L di hilir. Indeks biotik juga menunjukkan tren memburuk:

  • Hulu (Stasiun 1): Skor 2,8 — Sehat
  • Tengah (Stasiun 2): Skor 2,0 — Kurang Sehat
  • Hilir (Stasiun 3): Skor 1,6 — Tidak Sehat

Dominasi bangunan beton, kenaikan suhu air, dan hilangnya vegetasi sempadan memperparah kemampuan sungai menopang kehidupan akuatik.

Potret sungai dengan kondisi air yang keruh dan berlendir sebabkan ikan mati massal (Foto: Ecoton, 2025)

TPS Kurang, Sampah Dibakar, Sungai Jadi Tempat Buang Akhir

AKAMSI juga menyoroti persoalan pengelolaan sampah di desa-desa sekitar DAS Kali Surabaya. Dari pemetaan mereka:

  • 33,3% segmen sungai tidak memiliki TPS
  • 86,67% desa masih membakar sampah secara langsung

“Tidak heran orang buang sampah ke sungai jadi kebiasaan. TPS-nya nggak ada, yang mengangkut siapa, yang memilah siapa?” keluh Nurillan Bulan, warga bantaran sungai.

Ikan Mati Massal di Kali Surabaya

Kejadian ikan mati massal kembali terjadi pada 19 Mei 2025, hanya dua hari sebelum aksi, di Desa Wringinanom, Gresik. Fenomena ini berulang hampir setiap tahun, namun hingga kini belum ada investigasi tuntas.

“Saat kita diam, secara tidak langsung, kita telah menjadikan sungai sebagai kuburan ikan,” ujar Yosua Asa Firdaus dari Surabaya River Revolution.

Tuntutan AKAMSI

AKAMSI mengajukan enam tuntutan kepada Pemerintah Provinsi Jawa Timur:

  1. Penertiban seluruh bangunan ilegal di sempadan Kali Surabaya
  2. Restorasi fungsi ekologis bantaran sungai
  3. Penyediaan sistem pengelolaan sampah terpadu di semua desa dalam DAS
  4. Monitoring kualitas air secara rutin dan terbuka
  5. Investigasi menyeluruh atas kejadian ikan mati massal
  6. Penerbitan Peraturan Gubernur tentang Perlindungan dan Penataan Sempadan Sungai

Respons Pemerintah Provinsi Jawa Timur

Dalam audiensi seusai aksi, Nur Kholis, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jatim, menyatakan:

Audiensi dengan Kepala DLH Provinsi Jawa Timur (Foto: Ecoton, 2025)

“Kami sangat menghargai laporan dari teman-teman. Kasus ikan mati massal akan kami tindak lanjuti dengan mengumpulkan OPD dan melakukan investigasi.”

Sementara itu, Ainul Huri, Kabid Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan DLH, menyampaikan:

“Kami belum menemukan bukti bahwa pabrik gula menjadi penyebab pencemaran. Namun dugaan tetes tebu akan kami telusuri. Jika terbukti, sanksi akan diberikan dengan tegas, bahkan bisa masuk ranah pidana.”

Ia juga menekankan pentingnya partisipasi masyarakat dalam melaporkan kejadian-kejadian pencemaran agar bisa segera ditindaklanjuti.

Related Posts

Leave a Reply

About Us

Ecoton (Ecological Observation and Wetlands Conservation) is a foundation focused on the conservation of river ecosystems and wetlands in Indonesia. We conduct scientific research, environmental education, and awareness campaigns to improve water quality and protect biodiversity.

Recent Articles

Pemuda India Kampanye “Selamatkan Tanah” dengan Bersepeda Keliling Dunia dan Singgah di Ecoton
June 11, 2025
SDIT Al Huda Pulau Bawean Sukseskan Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2025 Melalui Perayaan Hari Raya Idul Adha Bebas Kresek
June 10, 2025
Gangguan Sel Imun Otak Akibat Mikroplastik, Ecoton Desak Pemerintah Kendalikan Sumber Mikroplastik di Udara
June 4, 2025