Gresik – Senin 3 Juli 2023 merupakan momentum dirayakannya Hari Bebas Kantong Plastik Sedunia. Momen itu sebagai langkah untuk meningkatkan kesadaran pada masyarakat terkait pahaya plastik sekali pakai termasuk kantong plastik dan mendorong langkah-langkah menuju solusi yang lebih berkelanjutan. Kampanye penolakan plastik sekali pakai melalui Hari Bebas Kantong Plastik digerakkan dari bentuk keresahan masyarakat global dengan masalah polusi plastik setiap tahunnya. Disisi lain, melalui pertemuan Global INC 2 di Paris Prancis, menghasilkan komitmen berkelanjutan yang harus dipatuhi negara – negara berkembang dan maju, untuk bersama – sama mengatasi masalah polusi Global. Sebab, penumpukan sampah plastik menyebabkan dampak negatif pada lingkungan, kehidupan sungai, ekosistem laut, mencemari tanah, mencemari udara dan kesehatan manusia. Perlu upaya serius untuk menghentikan polusi plastik, khususnya di Indonesia. beberapa kebijakan terkait tata kelola sampah di Indonesia nyatanya belum bisa memberikan dampak yang signifikan untuk mengurangi polusi plastik di lingkungan. Berikut sederet hal terkait kondisi tata kelola sampah dan akibat buruk yang di hasilkan karena salah penanganan dalam tata kelola sampah di Indonesia
Kondisi TPA di Indonesia Terancam Overload Imbas Buruknya Tata Kelola Sampah
Yayasan Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) prihatin terhadap kondisi TPA di Indonesia, salah satu contohnya di TPA Ngipik Kabupaten Gresik yang memiliki luas 9 hekatare itu ternyata setiap hari menampung beban sampah rata-rata 210-220 ton setiap hari. di sisi lain kondisi serupa juga terjadi di TPA Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat. TPA Bantargebang terancam overload karena tumpukan sampah sudah mencapai lebih dari 40 meter, dari ketinggian maksimal 50 meter. TPA tersebut menerima sekitar 7.000 – 7.500 ton sampah milik warga DKI Jakarta yang dibuang setiap harinya. Kondisi tersebut mengharuskan TPA Bantargebang dan TPA – TPA di wilayah lain yang terancam overload memperluas wilayahnya dan harus menerima resiko bersingungan dengan warga karena keterbatasan lahan tersebut. Selain itu warga yang jarak tempat tinggalnya dekat dengan lokasi TPA, terancam kesehatannya dan terganggu aktifitasnya.
Berdasarkan data Kemetrian PUPR 2020 yang dikelola oleh FITRA (Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran), menyebutkan bahwa tata kelola sampah di Indonesia belum merata, regulasi terkait tata kelola sampah di level daerah masih minim. Dari 514 kabupaten dan kota di Indonesia hanya 45% yang sudah memiliki Perda Persampahan dan Perda Retribusi Persampahan. Pengelolaan sampah masih dilakukan dengan tradisional memakai pola land field. Presiden Jokowi dalam statementnya mengatakan, bahwa pola ini sangat berbahaya karena hanya buang, angkut dan timbun di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Selain itu, pemanfaatan sampah saat ini masih sangat kecil, hanya sekitar 7,5% dari total sampah yang menumpuk setiap hari.
Produksi Plastik Meningkat Setiap Tahun : Setiap Tahun 182,7 Miliar Kantong Plastik Digunakan di Indonesia
Berdasarkan hasil audit sampah yang dilakukan Ecoton pada sampah domestik dan puluhan titik timbulan sampah yang berada di bantaran sungai Brantas Kabupaten Gresik selama tahun 2022 – 2023 menemukan bahwasanya kantong plastik unbrand masih mendominasi sebesar 52%. Di sisi lain, Plastic Atlas 2019 menyebutkan bahwa produksi plastik global meningkat sebanyak 56% setiap tahunnya, dan diperkirakan di tahun 2030 produksi plastik mencapai 600 metricton.
Selain itu, Making Oceans Plastic Free (2017) juga menyebutkan sekitar 182,7 miliar kantong plastik digunakan di Indonesia setiap tahunnya. Artinya bobot total sampah kantong plastik di Indonesia mencapai 1.278.900 ton per-tahunnya. Sampah kantong plastik menyumbang setidaknya 40% dari keseluruhan sampah plastik di Indonesia. 511.560 ton kantong plastik yang digunakan masyarakat Indonesia berakhir ke lautan. Berdasarkan data dari NPAP (National Plastic Action Partnership) menyebutkan bahwa 70% sampah plastik nasional diperkirakan sejumlah 4,8 juta ton prtahun tidak terkelola dengan baik, seperti dibakar di ruang terbuka (48%), tidak dikelola layak di tempat pembuangan sampah resmi (13%) dan sisanya menceamari saluran air dan laut (9%) (sekitar 620.000 ton sampah plastik).
Mikroplastik Cemari Lingkungan dan Komponen Kehidupan
Permasalahan lingkungan di Indonesia, salah satu yang sering menjadi perhatian khalayak adalah sampah plastik di Indonesia. Beberapa penelitian mikroplastik yang dilakukan Yayasan Kajian Ekoligi dan Konservasi Lahan Basah Ecoton Foundation dari tahun ke tahun terbukti ditemukan partikel mikroplastik di beberapa komponen kehidupan, mulai dari air, udara, ikan, kerang, udang, dan biota laut. Bahkan mikroplastik juga teridentifikasi dalam darah, feses, asi dan paru-paru manusia.
Berdasarkan data tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) 2022 yang menguji kandungan mikroplastik di 68 sungai strategis nasional, menunjukkan 5 Provinsi yang paling tinggi terhadap kontaminasi partikel mikroplastik yaitu Provinsi Jawa Timur ditemukan 636 partikel/100 liter, Provinsi Sumatera Utara ditemukan 520 partikel/ 100 liter, Provinsi Sumatera Barat ditemukan 508 partikel/100 liter, Provinsi Bangka Belitung 497 partikel/100 liter, Provinsi Sulawesi Tengah 417 partikel/100 liter. Dari 68 sungai yang dikaji kandungan mikroplastiknya, sebanyak 51 % sumber mikroplastik berasal dari plastik sekali pakai seperti (kresek, plastik single layer SL, sachet atau plastik multilayer ML dan kemasan plastik PET).
Mikroplastik Ancam Kesehatan : Ratusan Juta Masyarakat Indonesia Terancam Mandul
Berbicara terkait sampah plastik, pastinya juga berhubungan dengan mikroplastik. Mikroplastik sendiri terbentuk karena proses degradasi plastik utuh yang bocor ke lingkungan menjadi serpihan kecil berukuran kurang dari 5 mm karena proses alam. Karena hal tersebut mikroplastik berpotensi masuk ke tubuh manusia melalui rantai makanan. Masalah yang disebabkan oleh mikroplastik lebih besar dari yang biasanya diperkirakan sehingga dinilai berbahaya dan mengancam keberlangsungan makhluk hidup. Berdasarkan komponennya plastik tersusun oleh senyawa utama meliputi styrene, vinil klorida dan bisphenol A. Apabia tubuh terpapar oleh senyawa tersebut maka akan menyebabkan iritasi atau gannguan pernafasan, mengganggu hormone endokrin sampai berpotensi menyebabkan kanker. Senyawa tambahan yang dicampurkan ke dalam plastik meliputi phthalate, penghalang api, dan alkalyphenol juga dapat menyebabkan gangguan aktivitas endokrin hingga berdampak pada kesuburan. Senyawa dari plastik memiliki aktifitas mengganggu hormone estrogen sehingga jika masuk kedalam tubuh dapat meniru hormon estrogen. Senyawa tersebut dapat menurunkan kadar hormon testosteron plasma dan testis, LH plasma, dan juga menyebabkan morfologi abnomal seperti penurunan jumlah sel Leydig pada biota jantan.
Laporan IPEN (2021) menyatakan 7 Bahan berbahaya penyebab gangguan hormon yang ada dalam plastik dan dampak kesehatannya:
- Bhispenol : Mempengaruhi perkembangan otak dan perilaku, meningkatkan kecemaran hingga mengganggu hormone reproduksi
- Phthalates : Menurunkan tingkat testosteron dan estrogen, memblokir kerja hormone tiroid dan sebagai racun pencemar system reproduksi. Selain itu, meningkatkan gangguan kehamilan, keguguran, anemia, mengganggu siklus menstruasi hingga menopause dini
- Alkylphenols : Mempengaruhi infertilitas pada laki-laki, jumlah sperma rendah dan mengganggu prostat, senyawa ini juga mampu meningkatkan resiko kanker payudara pada wanita dan pria
- Brominated Flame Retardants : Mengganggu reproduksi pria dan wanita, menghambat tyroid dan mengganggu perkembangan syaraf
- Dioksin : Mempengaruhi perkembangan otak, mengganggu tyroid dan sistem imun tubuh, meningkatkan risiko beberapa jenis kanker, dan kerusakan sistem imunitas
- UV Stabilizer : mengganggu fungsi endokrin, menghambat proses pertumbuhan yang normal dan membuat efek estrogenik pada tubuh
- Senyawa Perfluorinasi : Menganggu metabolisme tubuh pada sistem imun, fungsi hati, dan tyroid. Senyawa ini juga dapat mengubah masa pubertas anak, meningkatkan risiko kanker payudara, testikel prostat, kanker ovarium dan limfoma.
“Sampah plastik ini dapat menjadi ancaman nyata untuk kesehatan manusia, sampah yang bocor ke lingkungan berpotensi menjadi mikroplastik. Sifat mikroplastik sendiri akan mengikat komponen kimia lainnya ketika berada di alam. terdapat sekitar 7 bahan kimia yang terkandung dalam plastik yang dapat menyebabkan sperma encer dan menopause lebih cepat” ujar Rafika Aprilianti Kepala Laboratorium Ecoton.
Polusi Plastik : Diperlukan Strategi Ambisius Melalui Kebijakan dan Regulasi Berwawasan Lingkungan dalam Memutus Rantai Polusi Plastik di Indoensia
Divisi legal dan advokasi Ecoton Foundation berpendapat bahwa, Pertemuan INC-2 untuk Legally binding Instrument, yang artinya dunia menganggap bahwa persoalan sampah plastic adalah persoalan global. Melalui INC – 2 Indonesia diharapkan untuk segera menyusun isntrumen kebijakan dan regulasi terkait penanganan sampah plastik/polusi plastik. Perlunya rencana aksi nasional untuk implementasi hukum, dengan pelaksanaan sesuai regulasi nasional yang mengatur lingkungan salah satunya pengurangan plastik sekali pakai.
Oleh karena itu penanganan sampah di hulu perlu di push dan di gerakkan semaksimal mungkin. Penanganan sampah di hulu ada dua komponen stakeholder, stakeholder pertama, yaitu individu/masyarakat bagaimana memilih dan mengelola. Stake holder yang kedua yaitu produsen untuk dapat meyusun Peta Jalan Pengurangan Sampah isinya adalah Extended Produsen Responsibility berupa desain, produksi, konsumsi, paska konsumsi, daur ulang, dan guna ulang. Karena, berdasarkan UU No.18 tahun 2008 di pasal 15 produsen juga harus hadir dalam bertanggung jawab terhadap sampahnya.
Disisi lain perlu adanya peran pemerintah untuk tegas mengimplementasikan regulasi lingkungan yang mengatur polusi yang dihasilkan oleh sampah plastik dengan beberapa solusi dan rekomendasi sebagi berikut :
- Pertama, indonesia memiliki sekitar 80 regulasi/produk hukum tentang pengurangan dan pelarangan plastik sekali pakai di berbagai daerah. Namun, beberapa daerah dalam penerapannya masih sebatas di retail dan pasar modern. Harapannya semua pemerintah daerah menerapakan regulasi tersebut, dengan menyasar kawasan permukiman padat penduduk, pasar tradisional, kawasan komersial dan pelosok daerah.
- Kedua, terus memperluas Regulasi pembatasan dan pengurangan Plastik Sekali Pakai di Indonesia, dan secara tegas melarang penggunaan (tas kresek, Sachet, Styrofoam, Botol air minum dalam kemasan/AMDK, popok dan sedotan) di pusat perbelanjaan, pasar, supermarket, retail yang tersebar di setiap daerah tanpa pengecualian.
- Ketiga, memaksimalkan penanganan sampah di hulu dengan mendorong pengurangan plastik sekali pakai dan juga menerapkan konsep Zero Waste City dalam tata kelola sampah di setiap daerah dengan sasaran (pengelola pemukiman, desa, sekolah, kawasan wisata dll) dengan mendukung pemilahan sampah dari sumber agar beban sampah di TPA berkurang dan sampah plastik tidak bocor ke lingkungan;
- Keempat, pemerintah harus segera memperluas cakupan layanan tata kelola sampah di berbagai daerah. Terutama daerah terpencil, mulai dari proses pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan sampah bahkan pemrosesan akhir harus sesuai dengan regulasi dan berwawasan lingkungan.
- Kelima, menyediakan dan memperbanyak fasilitas pembuangan sampah drop point (sachet, plastik kresek, sedotan, popok, organik dan anorganik) di titik – titik timbulan sampah yang tersebar di lingkungan dan memperbanyak TPS 3 R di setiap daerah, melalui mekanisme penambahan anggaran program tata kelola sampah disetiap daerah yang bersumber dari APBD dan APBN.
- Keenam, mendorong Produsen penghasil sampah plastik khususnya produsen penghasil produk plastik yang sulit terurai oleh proses alam, untuk segara merancang dokumen peta jalan pengurangan sampah dan melakukan kiat – kiat pengurangan produk kemasan yang berpotensi mencemari lingkungan dengan pedoman regulasi Permen LHK 75 tahun 2019 tentang peta jalan pengurangan sampah.
- Ketujuh, pemerintah segera mendesak produsen pengasil sampah plastik untuk melakukan upaya EPR Extended Produsen Responsibility dengan melakukan pembersihan sampah produknya yang tercecer ke lingkungan dan memprioritaskan CSR lingkungan nya untuk penanganan sampah plastik paska konsumsi yang dihasilkan.
- Kedelapan, pemerintah harus segera menghentikan penanganan sampah plastik di Hilir yang berpotensi menimbulkan dampak lingkungan seperti RDF (Refuse – derived fuel) yaitu pemrosesan plastik menjadi (pelet, briket dan cacahan) melalui proses dihomogeisasi yang akan dijadikan bahan bakar PLTSA dan PLTU.
- Kesembilan, pemerintah harus segera menghentikan pembakaran briket sebagai bahan bakar karena pemebakaran tersebut menghasilkan senyawa beracun kimia dioksin, logam berat, polutan organik dan partikel halus ke udara yang berpotensi membahayakan lingkungan dan masalah kesehatan. Selain itu RDF bukan sumber energi terbarukan, mahal dan tidak efisien, karena pembakaran RDF menghasilkan energi yang sedikit dengan biaya produksi yang mahal.
- Kesepuluh, pemerintah sudah saatnya mengembangkan inovasi program dan teknologi infrastruktur pengelolaan sampah yang mutakhir dan non emisi dalam penanganan sampah plastik dilingkungan melalui solusi penanganan sampah plasyik dihulu (penerapan zerowaste, mendorong gerakan guna ulang dll).