Surabaya (14/8) – Yayasan Ecoton menyampaikan kekecewaan mendalam atas teks rancangan perjanjian plastik global (Chair’s Draft Text) yang dirilis pada pertemuan Intergovernmental Negotiating Committee (INC) 5.2 di Jenewa. Teks tersebut dinilai tidak memiliki ambisi yang cukup untuk mengatasi akar persoalan polusi plastik, khususnya pada tahap hulu dalam full lifecycle plastik.

Perjanjian harus mengatur penggunaan plastik dari hulu sampai hilir produksi, distribusi, konsumsi hingga pembuangan, kemudian harus menghapus atau membatasi bahan kimia berbahaya yang digunakan dalam pembuatan plastik. Rancangan teks terbaru tidak menetapkan komitmen tegas untuk mengurangi produksi plastik dan menghapus bahan kimia berbahaya dalam proses pembuatannya. Sebaliknya, fokus yang diberikan justru pada solusi di hilir seperti daur ulang (recycling) dan pengelolaan sampah (waste management), padahal pendekatan ini terbukti belum mampu menghentikan laju pencemaran plastik yang terus meningkat.
“Polusi plastik harus dicegah sejak dari sumbernya. Tanpa pembatasan produksi dan penghapusan bahan kimia beracun, semua upaya di hilir seperti daur ulang, pemilahan, dan pengolahan sampah hanya akan menjadi tambal sulam. Kami kecewa karena Chair’s Text minim menyebutkan solusi reduce dan reuse yang bebas toksik,” tegas Prigi Arisandi, pendiri yayasan Ecoton.
Kronologi Tekanan dan Penolakan Global
Sehari sebelum tenggat 24 jam berakhirnya negosiasi, saat negara-negara masih berjuang mencari konsensus, Ketua INC secara sepihak merilis teks perjanjian baru yang justru menghapus sebagian besar ketentuan kunci yang dibutuhkan untuk mengakhiri polusi plastik secara efektif. Ketentuan yang dihapus mencakup pengendalian produksi, pembatasan bahan kimia berbahaya, dukungan untuk sistem guna ulang bebas toksik, dan bahasa hukum yang mengikat. Alih-alih menghadirkan keseimbangan, teks ini justru dinilai sebagai bentuk keberpihakan pada kepentingan negara-negara produsen minyak (petrostate interests).

Padahal, langkah-langkah tersebut sebelumnya telah mendapat dukungan luas dalam sesi negosiasi:
- Pengurangan produksi plastik: 89 negara mendukung
- Pengendalian bahan kimia: 120 negara mendukung
- Pasal tentang kesehatan: 130 negara mendukung
- Hak voting setara di COP: 120 negara mendukung
Berdasarkan analisis intervensi lisan dan tertulis di Jenewa, penentangan keras hanya berasal dari 20–25 negara. Setelah pengumuman mengejutkan ini, lebih dari 100 negara ambisius bersama Koalisi Ilmuwan, kelompok masyarakat sipil, dan pemegang hak termasuk masyarakat adat dan pemulung menyerukan agar teks baru ini ditolak
“UNEP mungkin ingin perjanjian plastik diselesaikan dengan cara apa pun, tapi kami ingin perjanjian plastik yang diselesaikan dengan benar. Masa depan kita semua sedang dipertaruhkan akibat lemahnya Chair’s Text. Tidak ada pasal terkait penghapusan bahan kimia berbahaya dalam plastik, pengendalian emisi, maupun kewajiban desain produk yang aman dan dapat digunakan ulang, fokus sempit pada pengelolaan sampah di hilir justru menguntungkan industri plastik dan petrokimia, bukan melindungi kesehatan manusia dan lingkungan” Ungkap Alaika Rahmatullah, Divisi Edukasi Ecoton.
Bukti Dampak Lingkungan Akibat Lemahnya Perjanjian Plastik
Data riset Ecoton 98% sungai-sungai di Indonesia telah terkontaminasi mikroplastik, bahkan saat ini mikroplastik telah ditemukan di tubuh manusia, termasuk pada darah dan cairan ketuban ibu hamil. Lebih dari 16.000 senyawa kimia berbahaya terkandung dalam plastik. Harus ada upaya serius dan fakta ini menunjukkan bahwa dampak polusi plastik bukan hanya masalah lingkungan, tetapi juga ancaman serius bagi kesehatan dan masa depan generasi mendatang” ungkap Rafika Aprilianti, Kepala Laboratorium Ecoton.

Tuntutan Ecoton
Ecoton menilai bahwa perjanjian plastik global yang efektif harus memprioritaskan langkah-langkah pencegahan di hulu dan memastikan keadilan bagi semua negara. Untuk itu, Ecoton mendesak para delegasi negara, termasuk Pemerintah Indonesia, untuk:
- Menolak Chair’s Draft Text sebagai basis negosiasi karena tidak memuat komitmen kuat untuk pengendalian di hulu.
- Menetapkan pembatasan dan pengurangan produksi plastik sebagai pilar utama, disertai penghapusan bahan kimia berbahaya dalam seluruh siklus hidup plastik.
- Mendukung transisi menuju sistem guna ulang (reuse/refill) yang bebas racun dengan target kuantitatif, mekanisme pelaporan yang jelas, dan desain produk yang aman digunakan berulang.
- Memberikan hak voting yang setara agar keputusan masa depan perjanjian tidak didominasi oleh segelintir negara yang pro industri plastik.
- Mendukung negara berkembang secara adil melalui pendanaan yang memadai dan mengikat, sesuai prinsip polluter pays.
- Mengambil posisi berpihak pada kepentingan rakyat dan keberlanjutan lingkungan, bukan pada kepentingan industri yang mendorong peningkatan produksi plastik.
“Dalam rekomendasi ecoton mendesak delegasi indonesia (Delri) mendukung strong treaty yg memasukkan pengurangan produksi plastik, jangan korbankan kesehatan dan masa depan kita untuk keuntungan industri minyak dan petrokimia” ujar Daru Setyorini, Direktur Eksekutif Ecoton.
“Kita ingin perjanjian yang kuat, harus terus mendorong dan mengingatkan pemerintah serta para delegasi untuk bekerja lebih keras dan tidak mengorbankan kesehatan kita dan generasi mendatang demi keuntungan beracun jangka pendek. Kita menyerukan kepada pemerintah untuk memikirkan tanggung jawab mereka, berjanji menjaga bangsa yang telah berusia 80 tahun ini” Tutupnya.